Meski 3 Hari Beruntun Lemas Rupiah Masih Menguat Sepekan

Jakarta, CNBC Indonesia - Kendati mencetak pelemahan 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS), dalam sepekan nilai tukar rupiah masih mampu membukukan penguatan berkat kinerja positif di dua hari pertama. Selama seminggu ini rupiah terus berada di bawah level Rp 14.500/US$.

Pada akhir perdagangan Senin (12/7/2021) lalu, mata uang Garuda berada di Rp 14.490/US$ atau menguat 0,24%. Setelah melanjutkan penguatan pada Selasa sebesar 0,19%, nilai tukar rupiah 'loyo' pada tiga hari berikutnya. Pada Jumat (16/7/2021) kemarin, rupiah melemah 0,1% di Rp 14.495/US$.

Sepanjang pekan ini, rupiah sukses menguat 0,21% setelah menguat tipis 0,03% minggu lalu.


Lonjakan kasus infeksi virus corona (Covid-19) masih menjadi perhatian utama, sebab masih belum berhenti mencatat rekor tertinggi.

Memasuki hari ke-14 penerapan PPKM Darurat, kasus Covid-19 di Indonesia belum melandai malah terus meroket. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai apakah PPKM Darurat akan diperpanjang setelah 20 Juli mendatang.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pada Jumat (16/7/2021) pukul 12.00 WIB, kasus baru Covid-19 bertambah 54.000 pasien. Ini merupakan kasus tertinggi ketiga selama pandemi.

Alhasil, hingga Jumat total konfirmasi positif di Indonesia menembus 2,780 juta.

Sementara itu, kasus kematian bertambah 1.205 orang, sehingga total menjadi 71.397 orang. Ini merupakan rekor kasus kematian Covid-19 di Indonesia.

Kabar baiknya, kasus kesembuhan bertambah 28.079 orang dalam sehari. Totalnya, ada 2,204 juta pasien yang sembuh dari Covid-19.

Meski kasus Covid-19 makin mengerikan, tetapi rupiah melemah tipis-tipis dalam tiga hari terakhir, dan bertahan di bawah Rp 14.500/US$. Artinya, pelaku pasar sudah mengantisipasi kemungkinan PPKM Mikro Darurat akan diperpanjang.

Sayangnya, dolar AS juga sedang cukup kuat yang membuat rupiah sulit menguat. Apalagi, kasus Covid-19 mengalami kenaikan di banyak negara, tidak hanya di Indonesia. Sehingga, daya tarik dolar AS sebagai aset aman (safe haven) meningkat.

"Jelas dolar AS mendapat tenaga dari hal tersebut. Ada ekspektasi yang mendukung dolar AS dan terkadang statusnya sebagai safe haven membuat permintaannya meningkat. Kami pikir dolar AS masih akan cukup kuat dalam beberapa bulan ke depan," kata Imre Speizer, ahli strategi pasar di Westpac, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (16/7/2021).

Mengenai sentimen tapering atau pengurangan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE), terjadi silang pendapat antara pejabat elit bank sentral AS (The Fed) mengenai tapering.

Presiden The Fed wilayah Chicago Charles Evans mengindikasi tapering bisa terjadi di tahun ini. Ia mengatakan perlu melihat perbaikan pasar tenaga lebih lanjut, untuk memulai tapering. Dan menurutnya perbaikan tersebut akan tercapai di tahun ini.

Pasar pun dibuat bingung mengenai kapan tapering akan dilakukan. Saat ini, QE The Fed senilai US$ 120 miliar per bulan.

Sebelumnya, ketua The Fed Jerome Powell meredam spekulasi tapering akan dilakukan di tahun ini.

Powell berbicara dalam rangka Semi Annual Monetary Policy Report di hadapan House Financial Services Committee kemarin malam, dan mengatakan belum akan merubah kebijakan moneternya.

Sementara itu inflasi tinggi di AS, yang kembali memunculkan spekulasi tapering di tahun ini, sekali lagi ditegaskan hanya bersifat sementara, dan ke depannya tekanan inflasi akan moderat.

Menurut Powell, tolak ukur The Fed yakni "kemajuan substansial" menuju pasar tenaga kerja penuh (full employment) dan stabilitas harga masih "jauh" dari kata tercapai.

"Kondisi pasar tenaga kerja terus membaik, tetapi masih jauh dari kata mencapai target. Pertumbuhan tenaga kerja seharusnya semakin kuat dalam beberapa bulan ke depan sebab kesehatan publik mengalami peningkatan, dan beberapa faktor yang terkait pandemi sudah mulai menghilang," kata Powell sebagaimana dilansir CNBC International.

Menurut Powell ada sekitar 7,5 juta pekerjaan yang masih belum kembali seperti saat sebelum pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Oleh karena itu, QE senilai US$ 120 miliar per bulan masih akan dilakukan demi mendukung perekonomian.

"Siap langkah untuk mengurangi dukungan ke perekonomian, pertama dengan mengurangi pembelian aset yang saat ini senilai US$ 120 miliar per bulan, tetapi itu masih 'jauh' untuk dilakukan," kata Powell.

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]

(adf/adf)

0 Response to "Meski 3 Hari Beruntun Lemas Rupiah Masih Menguat Sepekan"

Post a Comment