Eks Direktur WHO Dorong RI Perbanyak WGS Deteksi Varian Covid

Jakarta, CNN Indonesia --

Mantan Direktur Badan Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama, mendesak pemerintah untuk lebih memperbanyak deteksi strain varian baru virus corona (Covid-19) menggunakan metode pengurutan keseluruhan genom (Whole Genome Sequencing/WGS).

Hal itu Tjandra sampaikan sebagai wanti-wanti pemerintah dan warga agar jangan sampai varian yang saat ini tengah diwaspadai dunia, yakni varian AY.4.2 atau varian Delta Plus teridentifikasi di Indonesia, sebagaimana seperti saat ini yang terjadi di Singapura.

"Jadi saya minta betul teman-teman di Satgas dan Kementerian, itu juga tolong WGS terus ditingkatkan. Karena Filipina bisa 16 ribu, India bisa 70 ribu, masa kita engga bisa," kata Tjandra dikutip dari siaran CNNIndonesia TV, Selasa (2/11).


Tjandra mendorong agar Indonesia semakin memperbanyak laporan sampel WGS kepada lembaga Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID). GISAID adalah sebuah lembaga bank data yang saat ini menjadi acuan untuk data genom virus corona SARS-CoV-2.

"Maka yang harus ditingkatkan bukan hanya tes PCR biasa, tapi juga WGS yang dikirimkan ke GISAID. Memang ini meningkat jauh, karena dulu kita hanya 400 sampel, tapi kalau dibandingkan negara lain masih lebih sedikit," kata mantan Direktur Penyakit Menular WHO untuk wilayah Asia Tenggara tersebut.

Data terakhir Balitbangkes Kementerian Kesehatan per 16 Oktober 2021, Indonesia baru melakukan pemeriksaan WGS terhadap total 7.853 spesimen yang diperiksa. Dari ribuan sampel itu, varian Delta ditemukan paling banyak dengan 4.021 kasus di Indonesia, disusul varian Alfa dengan 68 kasus, dan varian Beta 22 kasus.

Hingga berita ini ditulis per Jumat (5/11), belum ada pemutakhiran data lagi yang dapat diakses di situs Balitbangkes Kemenkes.

Lebih lanjut, Tjandra juga meminta agar pemerintah mempertimbangkan untuk memberlakukan masa karantina kedatangan internasional selama minimal 7 x 24 jam. Semetara terkini, pemerintah telah merevisi kebijakan karantina yang awalnya 8 x 24 jam, menjadi 5 x 24 jam.

Tjandra menjelaskan, berdasarkan sejumlah penelitian global, kendati masa inkubasi virus corona bisa 2-14 hari. Namun ternyata studi menyebutkan bahwa masa karantina paling ideal dan aman adalah minimal 7 x 24 jam.

"Jadi saya usul lima hari karantina ini, kalau bisa dinaikkan menjadi 6-7 hari, itu lebih baik," ujarnya.

Catatan WHO atas Capaian Vaksinasi Lansia di RI

Di satu sisi, WHO menyoroti delapan provinsi di Indonesia yang menunjukkan tren penurunan capaian vaksinasi virus corona (Covid-19) pada target sasaran warga lanjut usia (lansia).

Delapan provinsi tersebut: Papua, Kalimantan Utara, Bali, Kalimantan Tengah, Maluku Utara, Papua, Aceh, DI Yogyakarta, dan Lampung.

WHO juga mencatat per 3 November, masih ada 60 persen lansia yang belum mendapat vaksinasi di 21 provinsi Indonesia.

"Papua bahkan melaporkan proporsi lansia yang tidak divaksinasi lebih dari 90 persen," tulis WHO dalam laporan mingguan yang dikutip CNNIndonesia.com pada Kamis (4/11).

WHO mencatat per 3 November baru 8.803.992 orang lansia yang telah menerima suntikan dosis pertama vaksin virus corona. Sementara itu, 5.438.599 orang lansia telah rampung menerima dua dosis suntikan vaksin Covid-19 di Indonesia.

Meskipun demikian, per tanggal tersebut WHO juga mengapresiasi 26 provinsi lainnya yang mengalami tren peningkatan vaksinasi pada lansia. Adapun 10 provinsi di antaranya menunjukkan tren peningkatan yang melebihi 25 persen dibandingkan sepekan sebelumnya.

"Mereka yaitu Bengkulu, Sumatera Barat, Banten, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sumatera Selatan dan
Jambi," lanjut WHO.

Baca pengakuan Kemenkes soal vaksinasi lansia di halaman selanjutnya.

Kemenkes Akui Capaian Vaksinasi Lansia Meleset dari Target Awal BACA HALAMAN BERIKUTNYA

0 Response to "Eks Direktur WHO Dorong RI Perbanyak WGS Deteksi Varian Covid"

Post a Comment